Karawang, AlexaNews.ID – Pernyataan Kabid SDA Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karawang, Aris Purwanto, di salah satu media daring nasional baru-baru ini memicu kegaduhan publik. Ucapannya yang menyinggung soal adanya “faktor eks” dalam dugaan jual beli proyek di lingkungan dinas tersebut menimbulkan berbagai spekulasi.
Dalam wawancara itu, Aris mengaku tak berdaya menghadapi pengaruh “lingkaran” yang disebutnya ikut bermain dalam penentuan proyek di PUPR Karawang. Ucapan tersebut memantik kembali isu lama mengenai dugaan praktik jual beli proyek yang konon sudah menjadi rahasia umum di kalangan kontraktor daerah.
Isu itu menyoroti dugaan bahwa sejumlah pihak harus menyetor “fee” tertentu kepada oknum yang disebut bagian dari “lingkaran setan” agar mendapat proyek pekerjaan. Imbasnya, kualitas hasil pembangunan pun diduga menurun karena sebagian anggaran digunakan untuk setoran tersebut.
Beberapa hari setelah pernyataan itu viral, Aris mencoba meluruskan ucapannya. Ia menyebut istilah “lingkaran” yang dimaksud bukan dalam konteks negatif, melainkan merujuk pada konsep “pentahelix”—yakni kolaborasi antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media dalam membangun daerah.
Namun, klarifikasi itu dinilai tidak meyakinkan. Praktisi hukum sekaligus pengamat kebijakan publik, Asep Agustian, SH., MH., menilai Aris hanya berusaha mencari pembenaran atas pernyataan yang sudah terlanjur menimbulkan kegaduhan.
“Kalau dia seorang akademisi dan doktor, seharusnya bisa berbicara dengan hati-hati. Apa hubungan istilah ‘lingkaran’ dengan ‘pentahelix’? Jelas pernyataannya itu blunder,” kritik Asep yang juga Ketua DPC Peradi Karawang.
Ia menegaskan bahwa publik membutuhkan kejelasan, bukan alasan yang dianggap mengaburkan masalah. “Jangan memutarbalikkan makna. Yang dibutuhkan masyarakat adalah kebenaran,” tegasnya.
Menurut Asep, Bidang SDA PUPR Karawang kerap menjadi sorotan media sejak dipimpin oleh Aris Purwanto. Ia mendesak Bupati Karawang untuk segera mengevaluasi kinerja yang bersangkutan.
“Bupati harus memastikan tidak ada praktik jual beli proyek. Jika benar terjadi, itu jelas merugikan masyarakat karena berdampak pada kualitas pembangunan,” ujarnya.
Asep yang akrab disapa Askun itu juga meminta aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Negeri Karawang bagian Pidana Khusus (Pidsus), agar tidak menutup mata terhadap dugaan tersebut.
“Kalau kejaksaan diam saja, publik bisa curiga. Berani tidak mereka menelusuri dugaan ini?” tantangnya.
Lebih jauh, Askun menyebut adanya dugaan keterlibatan seorang perempuan yang ditugaskan untuk menarik fee proyek di PUPR.
“Kalau memang benar ada yang ditugaskan khusus untuk memungut fee dari para pemborong, itu harus diungkap. Jangan biarkan sistem seperti ini terus berjalan,” ujarnya dengan nada keras.
Ia juga menegaskan bahwa Bupati Karawang, H. Aep Syaepuloh, dikenal memahami dunia konstruksi karena berlatar belakang sebagai pengusaha. “Jangan coba-coba bermain proyek di depan Bupati Aep. Saya yakin beliau akan bertindak tegas jika menemukan kejanggalan,” kata Askun.
Menutup pernyataannya, Askun mendesak agar aparat hukum segera menelusuri dugaan jual beli proyek di lingkungan PUPR Karawang.
“Kalau APH tidak berani turun tangan, bisa jadi justru ada ‘pentahelix’ baru antara pejabat PUPR dan aparat hukum,” sindirnya. [King]










