KARAWANG, AlexaNews.ID — Puluhan warga Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, menyampaikan keberatan atas permintaan agar mereka mengosongkan lahan yang sudah ditempati bertahun-tahun. Warga menilai desakan tersebut mendadak dan tidak mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang tinggal di lokasi itu.
Rencana pengosongan muncul karena lahan yang mereka huni tercatat sebagai aset desa yang akan dipergunakan untuk pembangunan Gerai Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Penolakan warga disampaikan dalam musyawarah desa yang berlangsung di Aula Desa Anggadita pada Selasa (25/11) siang.
Forum musyawarah itu dihadiri oleh Kepala Desa Anggadita, Ketua Koperasi Merah Putih, Babinsa TNI, serta Bhabinkamtibmas Polri. Suasana sempat memanas ketika warga diberi tenggat hanya tiga hari untuk meninggalkan rumah mereka.
Perwakilan koperasi meminta warga menandatangani kesepakatan untuk mengosongkan bangunan yang selama puluhan tahun menjadi tempat tinggal mereka. Permintaan tersebut langsung memicu reaksi keras dari masyarakat yang menilai kebijakan itu terkesan memaksa dan tidak manusiawi.
Hj. Lina Sugiharti, salah satu tokoh masyarakat Anggadita, mengatakan warga tidak menolak program pemerintah ataupun pembangunan koperasi. Namun ia menegaskan bahwa langkah relokasi harus memihak masyarakat kecil yang tinggal di lahan itu.
“Kami selalu mendukung program pemerintah apa pun bentuknya. Kalau itu untuk kebaikan rakyat kecil, kami tutup mata dan ikut mendukung. Tapi memerintahkan warga yang sudah puluhan tahun tinggal di sana untuk pergi dalam tiga hari, itu tidak manusiawi. Emang ngusir anak ayam,” ujar Lina geram.
Menurut Hj. Lina, apabila memang lahan itu akan dipakai untuk program desa, seharusnya pemerintah memberikan solusi yang layak, bukan mengusir warga begitu saja.
“Harusnya disiapkan tempat relokasi yang layak. Program pemerintah tetap berjalan, masyarakat pun tidak dirugikan. Nantinya warga juga akan paham dan sadar bahwa itu tanah desa, bukan hak milik pribadi,” tambahnya.
Ia mengungkapkan bahwa ada sekitar 22 kepala keluarga yang terdampak rencana pengosongan tersebut. Mereka tinggal di lokasi itu bukan karena ingin menguasai tanah desa, tetapi karena keterbatasan ekonomi.
“Ini masyarakat yang tinggal di sana karena mereka tidak mampu. Yang penting bagi mereka ada tempat berteduh. Jangan sampai demi kepentingan koperasi rakyat kecil justru dikorbankan,” ujarnya.
Warga juga mempertanyakan beredarnya surat dengan kop Koperasi Merah Putih yang berisi perintah pengosongan lahan. Mereka menilai surat itu janggal karena pemerintah desa mengaku tidak pernah menerbitkan ataupun mengetahuinya.
Kepala Desa Anggadita, Asep Roy, menegaskan bahwa pemerintah desa tidak mengeluarkan surat terkait pengosongan tersebut dan hanya berperan sebagai pengawas.
“Pemerintah desa hanya bersifat mengawasi. Soal surat itu, kami tidak mengetahui asalnya. Kami memastikan setiap proses harus mengikuti aturan,” jelasnya.
Hj. Lina menambahkan, jika memang tujuan pembangunan koperasi adalah untuk kepentingan masyarakat, maka seluruh pihak yang terlibat harus memperhatikan nasib warga terdampak.
“Sebagai tokoh dan warga Anggadita, saya mendampingi masyarakat. Kami hanya menuntut keadilan. Jangan sampai demi kepentingan koperasi, rakyat kecil yang selama ini hidup pas-pasan malah harus tersingkir,” tegasnya.
Warga berharap pemerintah desa, kecamatan, hingga kabupaten ikut turun tangan memberikan solusi yang adil, manusiawi, dan tidak merugikan masyarakat yang sudah puluhan tahun menetap di wilayah tersebut. [Ega]










