CIREBON, AlexaNews.ID – Sejumlah petani penggarap di Desa Sende, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, mengaku resah dengan adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum tertentu. Pungutan itu disebut muncul saat pembagian bibit padi gratis jenis Inpari 32 dari dinas terkait serta pada proses lelang lahan sawah milik desa.
Perwakilan petani, Cawila, menjelaskan bahwa pungutan sebesar Rp5.000 per bau diterapkan untuk penanganan hama di lahan pertanian mereka. Menurutnya, pungutan tersebut dilakukan oleh pihak PPL desa, sementara para petani sendiri tidak mengetahui asal bibit padi yang mereka terima.
“Bibitnya kami terima dari PPL, tapi soal sumbernya dari mana kami kurang paham. Yang kami tahu, bibit langsung dibagikan begitu saja,” ungkap Cawila.
Ia menambahkan bahwa iuran Rp5.000 per bau itu muncul karena tidak adanya upaya dari pemerintah desa dalam mengatasi serangan hama tikus. Para petani akhirnya sepakat melakukan urunan agar lahan tetap dapat ditangani.
“Kelompok tani tidak punya kas, sementara serangan hama terus terjadi. Jadi, kami sepakat urunan untuk pengendalian hama,” jelasnya.
Meski begitu, para petani mengaku tidak mempermasalahkan pungutan tersebut karena dilakukan terbuka dan digunakan langsung untuk penanganan di lapangan. Namun, yang membuat petani keberatan adalah adanya pungutan pajak hingga Rp400 ribu per bau kepada para pemenang lelang lahan milik Titisara Desa Sende untuk musim tanam 2024/2025.
“Ini yang membingungkan. Pemenang lelang lahan desa tiba-tiba dikenai pajak Rp400 ribu per bau dengan alasan pembayaran PBB. Padahal tahun sebelumnya tidak ada pungutan seperti itu. Harga lelang sudah tinggi, masih ditambah pungutan pajak,” tutur Cawila.
Terpisah, Kuwu Desa Sende, Suma, menegaskan tidak mengetahui adanya pungutan yang dikaitkan dengan pembagian bibit gratis tersebut. Ia menyebut distribusi bibit dari UPT langsung diberikan kepada petani tanpa melalui pemerintah desa.
“Soal bibit, saya tidak dilibatkan. Koordinasi saya dengan kepala UPT, dan bibit disalurkan langsung ke petani. Tidak ada pengaduan karena bibit itu gratis dan petani senang menerimanya,” kata Suma melalui pesan WhatsApp.
Terkait urunan petani, Suma menjelaskan bahwa yang ada hanyalah iuran sukarela saat kegiatan pertemuan kelompok tani. Iuran tersebut, kata dia, digunakan untuk kebutuhan konsumsi internal.
“Kalau rabang rubung (kegiatan kumpulan), sifatnya sukarela. Biasanya untuk beli kopi atau konsumsi. Kalau petani mau memberi ya diterima, kalau tidak memberi juga tidak masalah,” ujarnya. [Johan]










