PURWAKARTA, AlexaNews.ID — Menjelang datangnya bulan suci Ramadan, aktivitas jual beli daging sapi dan jenis daging lainnya di Kabupaten Purwakarta diperkirakan akan meningkat. Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran di kalangan pedagang daging lokal terkait lemahnya pengawasan distribusi daging oleh instansi terkait.

Sejumlah pedagang mengingatkan agar Dinas Perikanan dan Peternakan (Dispernakan) Kabupaten Purwakarta lebih serius melakukan pengawasan serta penegakan peraturan daerah. Hal ini menyusul pengalaman beberapa tahun sebelumnya, ketika daging celeng sempat beredar di pasaran dan meresahkan masyarakat.

Salah satu pedagang daging di Pasar Rebo Purwakarta, Atif Suganda, menilai pengawasan yang dilakukan pemerintah daerah masih belum optimal. Ia menyebut lemahnya pengawasan berdampak pada berbagai sektor, mulai dari keamanan pangan hingga potensi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD).

“Penegakan Perda dan pengawasan di lapangan masih lemah. Dampaknya bukan hanya ke konsumen, tapi juga ke retribusi daerah dan keberlangsungan Rumah Potong Hewan (RPH),” ujar Atif, Kamis (18/12).

Atif menyoroti rendahnya jumlah sapi yang dipotong di RPH Citalang, Purwakarta, yang dinilainya tidak sebanding dengan banyaknya daging lokal yang beredar di pasar-pasar tradisional. Menurutnya, kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai asal-usul daging tersebut.

“Silakan dicek berapa ekor sapi yang dipotong di RPH. Tapi faktanya, daging lokal beredar di semua pasar tradisional. Pertanyaannya, itu dari mana asalnya?” kata dia.

Ia juga menyinggung keberadaan Pasar Hewan Ciwareng yang dikenal sebagai salah satu pasar hewan terbesar di Jawa Barat. Setiap pekan, tepatnya setiap hari Senin, ratusan hingga ribuan sapi dari berbagai daerah diperjualbelikan di lokasi tersebut.

“Pasar hewan hanya buka seminggu sekali, tapi sapi dari mana saja datang ke Ciwareng. Ini seharusnya bisa menjadi potensi besar bagi pendapatan daerah,” ujarnya.

Namun demikian, Atif mempertanyakan apakah aktivitas transaksi di pasar hewan tersebut sudah memberikan kontribusi maksimal terhadap PAD. Ia menduga masih adanya praktik penyimpangan, termasuk pemanfaatan lahan negara sebagai tempat penampungan sapi tanpa pengelolaan yang jelas.

Lebih lanjut, Atif memperkirakan peredaran daging lokal di Purwakarta bisa mencapai sekitar lima hingga tujuh ton per hari. Angka tersebut dinilai tidak sebanding dengan data pemotongan sapi di RPH yang hanya berkisar satu hingga dua ekor per hari.

Data tersebut diperkuat oleh keterangan salah satu pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Purwakarta. Ia membenarkan bahwa aktivitas pemotongan sapi di RPH tergolong minim.

“Tidak banyak, paling satu atau dua ekor sapi yang dipotong di RPH,” ujar pegawai BPS saat ditemui di Jalan Basuki Yusuf, Purwakarta, Kamis (18/12).

Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta, Helmi, belum memberikan tanggapan saat dihubungi. Saat dilakukan konfirmasi langsung ke kantor Dispernakan di Kebon Jahe, Kelurahan Nagrikaler, yang bersangkutan juga dilaporkan tidak berada di tempat. [Asy]

Komentar Ditutup! Anda tidak dapat mengirimkan komentar pada artikel ini.