KARAWANG, AlexaNews.ID – Fenomena meningkatnya angka perceraian di kalangan generasi muda di Jawa Barat menjadi perhatian serius anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Golkar, Sri Rahayu. Ia menilai kondisi tersebut sudah berada pada level yang mengkhawatirkan dan perlu segera diatasi melalui langkah konkret lintas lembaga.
Dalam rangka fungsi pengawasan, Sri Rahayu menggelar kegiatan bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Provinsi Jawa Barat serta Kementerian Agama Kabupaten Karawang, Senin (10/11/2025). Kegiatan yang berlangsung di Kabupaten Karawang ini dihadiri para pelajar, mahasiswa, serta perwakilan organisasi perempuan setempat.
Menurut Sri Rahayu, Jawa Barat mencatat angka perceraian tertinggi di Indonesia pada tahun 2024, dengan total mencapai sekitar 88.985 kasus. Di Kabupaten Karawang sendiri, angka perceraian juga mengalami peningkatan signifikan hingga menyentuh angka 5.000 kasus dalam setahun. “Data ini menunjukkan bahwa kita perlu melakukan langkah serius untuk menekan angka perceraian, terutama di kalangan usia muda,” ujarnya.
Selain perceraian, lanjutnya, kekerasan terhadap perempuan dan anak juga masih tinggi. Ia menyoroti fenomena kekerasan yang kini bahkan terjadi dalam hubungan asmara di usia remaja.
“Bukan hanya dalam rumah tangga, sekarang banyak kekerasan fisik, psikis, hingga seksual yang terjadi di masa pacaran,” ungkap Sri Rahayu.
Politisi yang sudah dua periode duduk di kursi legislatif itu menilai, perpecahan dalam rumah tangga seringkali berdampak pada anak-anak. Ia mengingatkan bahwa banyak anak korban perceraian yang akhirnya terjerumus dalam perilaku negatif.
“Anak-anak yang tumbuh tanpa pengawasan utuh dari orang tua rentan terhadap narkoba, miras, dan pergaulan bebas. Ini yang sangat saya khawatirkan,” katanya.
Sebagai anggota Komisi I DPRD Jawa Barat, Sri Rahayu menegaskan bahwa persoalan perceraian generasi muda harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Menurutnya, sulit memanfaatkan bonus demografi bila keluarga-keluarga muda banyak menghadapi konflik dan perpecahan.
“Kalau fondasi keluarga rapuh, maka sulit bagi kita membangun generasi unggul di masa depan,” tegasnya.
Ia pun mendorong DPPKB dan Kemenag untuk memperkuat program pencegahan perceraian melalui edukasi dan pendampingan kepada anak muda. Program tersebut diharapkan menggandeng pelajar, mahasiswa, serta organisasi perempuan agar lebih efektif menjangkau kelompok usia produktif.
“Pemerintah harus fokus pada pencegahan, bukan hanya penanganan. Edukasi bagi generasi muda menjadi kunci utama,” pungkasnya. ***










