KARAWANG, AlexaNews.ID – Kejadian robohnya jembatan di Dusun Lampean II, Desa Kedawung, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang menjadi sorotan setelah muncul dugaan adanya praktik pinjam pakai atau sewa badan usaha (bendera) dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) setempat.
CV Mitra Unggul Sejahtera, yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2023 dengan nilai kontrak ratusan juta, diduga menjadi salah satu pelaku praktik tersebut.
Dalam wawancara dengan AlexaNews.ID di kediamannya pada Kamis (13/07/2023) pagi, Karsa, pemilik CV. Mitra Unggul Sejahtera dan juga pengurus Dewan Pengurus Cabang (DPC) Gabungan Perusahaan Kontruksi Nasional Indonesia (GAPEKSINDO) Kabupaten Karawang, mengungkapkan bahwa dia tidak mengetahui bahwa CV miliknya digunakan oleh pihak lain untuk mengerjakan proyek pembangunan jembatan tersebut. Karsa baru mengetahui bahwa teman dekatnya telah meminjam CV-nya setelah mengetahui adanya proyek jembatan yang roboh.
“Saya pengurus Gapeksindo, terus ada orang yang pinjem CV mau mengerjakan pekerjaan jembatan. Saya juga tidak tahu CV-nya dipakai sama siapa, ternyata yang memang teman dekat saya, terus ya sudah sifatnya pinjem dan saya juga nggak tahu-tahu, paling tidak memang cuma nama CV saja,” ungkap Karsa.
Karsa juga menyayangkan sikap para jurnalis yang hanya fokus pada akibat robohnya jembatan, tanpa melihat penyebabnya. Menurutnya, faktor penyebab robohnya jembatan tersebut terdiri dari konstruksi yang buruk dan faktor alam.
Dia menekankan bahwa kedua faktor tersebut harus diperbaiki oleh kontraktor, terutama karena kejadian ini terjadi akibat bencana alam.
Sudar ‘Uday’ Sobarna, Pengurus DPP Ormas GMPI, menanggapi masalah ini dengan tegas. Dia meminta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Karawang dan pemilik CV. Mitra Unggul Sejahtera sebagai kontraktor untuk bertanggung jawab secara administratif.
“Praktik pinjam pakai/sewa bendera ini sudah menjadi rahasia umum dan Kepala Bidang pada Dinas terkait harus bertanggungjawab! Bagaimana tidak? Dalam proses penunjukan pelaksana kegiatan, pihak bidang pada DPUPR kemungkinan besar mengetahui bahwa nantinya pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh peminjam badan usaha (bendera) yang telah diajukan. Mungkin badan usaha terkait (CV. Mitra Unggul Sejahtera) memiliki kualifikasi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, tapi pihak peminjam benderanya kan belum tentu memiliki kualifikasi tersebut,” tegas Uday.
Uday juga menyebut bahwa praktik pinjam bendera yang marak di Kabupaten Karawang ini melanggar tiga ketentuan. Pertama, pelanggaran terhadap prinsip dan etika pengadaan barang dan jasa (PBJ) sebagaimana diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kedua, melanggar larangan membuat dan memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan keterangan palsu sesuai Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2019. Ketiga, melanggar larangan mengalihkan seluruh atau sebagian pekerjaan kepada pihak lain sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Uday menambahkan bahwa dampak buruk dari praktik pinjam pakai/sewa bendera ini baru terlihat pada proyek pembangunan jembatan di Dusun Lampean II, Desa Kedawung, Kecamatan Lemahabang. Ia menegaskan bahwa praktik ini merugikan bukan hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat. Ia pun menyatakan perang terhadap kontraktor bodong yang terlibat dalam praktik tersebut. (Ahmad Yusup Tohiri)