KARAWANG, AlexaNews.ID – Terdakwa kasus dugaan pemalsuan tanda tangan surat keterangan waris (SKW), Kusumayati, menjelang sidang tuntutan, belum ditahan. Hal ini menimbulkan keheranan di kalangan aktivis hukum, terutama karena ia terancam hukuman berat namun tidak diperlakukan sama seperti terdakwa lainnya.
Aktivis hukum Karawang, A. Badjuri, menyatakan seharusnya penegakan hukum harus konsisten tanpa membedakan perlakuan. “Kusumayati dilaporkan atas dugaan pemalsuan tanda tangan anaknya, sesuai pasal 263 KHUP, yang merupakan tindak pidana berat. Kenapa dia belum ditahan? Sementara orang kecil, seperti pencuri ayam, langsung ditahan. Apakah karena dia orang kaya?” ungkap Badjuri.
Selain itu, tindakan Kusumayati dan kuasa hukumnya yang aktif menyebarkan informasi di media sosial dianggap merugikan pelapor dan merusak marwah peradilan. “Mereka malah sibuk berpodcast, mengeluarkan tuduhan yang tidak relevan dengan perkara ini,” tegasnya.
Badjuri juga membandingkan dengan kasus lain, seperti ibu-ibu yang dipenjara akibat demo menolak pabrik kelapa sawit, dan Nenek Minah yang dipenjara karena dituduh mencuri kakao. “Kedua kasus itu menunjukkan bahwa proses hukum bisa sangat berbeda bagi orang-orang dengan status sosial yang berbeda,” katanya.
Kuasa hukum Kusumayati, Ika Rahmawati, menjelaskan bahwa mereka telah berusaha melakukan mediasi terkait masalah ini, mengingat hubungan keluarga antara ibu dan anak. “Kami sudah mencoba menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan,” ungkap Ika.
Keberadaan ketidakadilan dalam proses hukum ini memunculkan pertanyaan besar mengenai kesetaraan di mata hukum, terutama bagi mereka yang memiliki latar belakang sosial ekonomi berbeda. (King)