JAKARTA, AlexaNews.ID — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa inflasi pada bulan September 2023 mencapai 2,28 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dan 0,19 persen secara bulanan.
Salah satu faktor penyumbang inflasi adalah rokok, termasuk rokok kretek filter, rokok putih, dan rokok kretek. Kenaikan ini disebabkan oleh peningkatan cukai hasil tembakau (CHT) yang cukup tinggi pada awal tahun 2023-2024, dengan rata-rata kenaikan sekitar 10 persen, yang berdampak pada kenaikan harga rokok.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa rokok masuk dalam lima komponen teratas dalam perhitungan Indeks Harga Konsumen atau inflasi. Tingkat konsumsi rokok memiliki dampak signifikan terhadap perhitungan inflasi secara keseluruhan.
“Besar konsumsi rokok akan memengaruhi andil relatif rokok terhadap inflasi,” ungkap Amalia.
Selain itu, data inflasi bulanan pada September 2023 menunjukkan bahwa komoditas rokok dan tembakau memberikan andil sebesar 0,0107 persen. Secara tahunan, rokok memberikan andil sebesar 0,2912 persen terhadap inflasi umum sebesar 2,28 persen.
Andil tertinggi rokok dan tembakau terhadap inflasi bulanan terjadi di Kota Kendari, sebesar 0,2484 persen dari inflasi umum sebesar 0,38 persen.
Pengaruh rokok terhadap inflasi di berbagai daerah berbeda-beda, tergantung pada tingkat konsumsi rokok penduduk setempat. Tingkat konsumsi ini mempengaruhi bobot konsumsi rokok dalam perhitungan inflasi di masing-masing daerah.
Amalia juga menjelaskan bahwa dampak kenaikan cukai rokok terhadap inflasi baru dapat diketahui setelah kebijakan tersebut diimplementasikan dan BPS mengumpulkan data perubahan harga di tingkat konsumen.
“Secara historis, dampak kenaikan harga rokok akibat kenaikan cukai terjadi secara bertahap,” tambahnya.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi, mengonfirmasi bahwa kenaikan cukai rokok yang signifikan pada tahun 2023 dapat memicu inflasi.
“Itulah sebabnya kami mengusulkan agar kenaikan cukai rokok tidak terlalu tinggi,” ujarnya.
Menurutnya, situasi industri yang belum pulih membuat kenaikan cukai tidak efektif sebagai sumber penerimaan negara. Kenaikan cukai yang tinggi justru dapat menghambat perbaikan kinerja industri yang sedang pulih.
Pemerintah telah merencanakan kenaikan CHT sebesar rata-rata 10 persen pada tahun 2023. Saat ini, pemerintah juga berencana untuk menaikkan cukai rokok dengan besaran yang sama pada tahun 2024.
Kenaikan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun, atau Klobot, dan Tembakau Iris.
Benny juga mengingatkan bahwa kenaikan yang terlalu tinggi dapat mendorong peredaran rokok ilegal. Ia telah berulang kali mengusulkan kepada pemerintah agar kenaikan cukai disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Menurutnya, persentase kenaikan tarif cukai rokok dalam beberapa tahun terakhir telah melebihi inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional dan melebihi daya tahan industri rokok nasional. (JP)