Magelang, AlexaNews.ID – Rencana pemasangan Chattra di Candi Borobudur yang akan diresmikan pada 18 September 2024 menuai kontroversi. Lukman Fauzi Mudasir, salah satu tokoh budaya Desa Borobudur, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemasangan tersebut.
Menurutnya, pemasangan Chattra tidak berdasarkan bukti ilmiah yang kuat dan hanya berdasarkan perkiraan semata.
Lukman menjelaskan bahwa pemasangan Chattra sebelumnya pernah dilakukan, namun diturunkan kembali karena dianggap tidak sesuai dengan konstruksi aslinya.
“Itu bukan batu chatra yang tepat. Chattra sebelumnya dipasang Van erp itu rekayasa yang salah, dan sekarang akan dipasang lagi?, dengan rekayasa keaslian batunya saja, ini sangat disayangkan,” ujar Lukman saat diwawancara, Rabu (11/09/24).
Dia menambahkan bahwa 60% dari batu candi tidak asli dan sebagian besar hanyalah hasil rekayasa, sehingga pemasangan Chattra ini dapat merusak integritas cagar budaya.
“Riset yang dilakukan juga tidak memenuhi standar akademis yang seharusnya,” tegas Lukman.
Masalah Sosial dan Ekonomi di Sekitar Candi Borobudur
Selain menyoroti pemasangan Chattra, Lukman juga mengkritik pengelolaan kawasan Candi Borobudur yang dinilainya tidak melibatkan masyarakat lokal dan seniman budaya setempat.
“Pembangunan di sekitar Borobudur banyak menggunakan metode modern seperti semen dan alat-alat kota, yang tidak ramah lingkungan. Kami di sini punya cara yang lebih sesuai dengan kearifan lokal,” katanya.
Ia juga menyebutkan bahwa banyak fasilitas yang dibangun tidak difungsikan dengan baik, seperti lampu penerangan yang belum diaktifkan dan tempat sampah yang jarang diangkut.
“Fasilitas sudah dibangun, tetapi tidak ada pengelolaan yang baik. Kami sebagai warga setempat sering kali merasa tidak dilibatkan dalam proses pembangunan,” lanjutnya.
Dengan adanya berbagai kritik dari masyarakat lokal dan pakar budaya, rencana pemasangan Chattra ini semakin memicu polemik.
Lukman berharap pemerintah dan pihak terkait dapat mempertimbangkan ulang keputusan ini serta melibatkan masyarakat setempat dalam setiap proses pengelolaan dan pembangunan di sekitar Candi Borobudur.
Sementara itu, penolakan terhadap pemasangan Chattra ini juga datang dari Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI). Dalam pernyataannya, IAAI menilai bahwa kajian ilmiah yang dijadikan dasar pemasangan tidak sesuai dengan standar akademis dan prosedur yang berlaku.
“IAAI menolak rencana tersebut karena kajian yang dilakukan oleh BRIN tidak memenuhi aspek akademis dan prosedur yang benar,” ungkap Daud Aris Tanudirjo, pakar warisan budaya.
Menurutnya, pemasangan Chattra tidak hanya akan mengganggu estetika dan nilai sejarah candi, tetapi juga menambah masalah di kawasan yang sudah menghadapi berbagai tantangan sosial dan ekonomi. (Ega Nugraha)