KARAWANG, AlexaNews.ID — Konflik agraria yang terjadi antara organisasi masyarakat (ormas) Serikat Pekerja Tani Karawang (SEPETAK) dengan ATR/BPN Karawang mendapat tanggapan yang mengejutkan dari Perum Perhutani KPH Purwakarta.
Uu Maksum selaku administratur Perum Perhutani KPH Purwakarta, menegaskan bahwa pihaknya tidak dapat memberikan rekomendasi kepada Kantor ATR/BPN Karawang mengenai batas-batas di bidang tanah yang dimohonkan oleh SEPETAK.
“Jadi salah, kalau Kepala ATR/BPN menyebut menunggu rekomendasi dari kami dalam menentukan batas-batas wilayah itu. Sebab itu bukan kewenangan kami. Tapi kewenangannya ada di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujar Uu, saat ditemui usai rapat di Kantor Pemkab Karawang, Senin, (31/7/2023).
Uu Maksum mengatakan, pihak Perum Perhutani KPH Purwakarta telah menyampaikan polemik agraria ini ke BPKHTL Wilayah XI Yogyakarta.
Menurutnya, dari pihak BPKHTL Wilayah XI Yogyakarta juga telah menyampaikan semua aturan dan data mengenai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) kepada Kantor ATR/BPN Karawang.
“Dari pihak BPKHTL Wilayah XI Yogyakarta telah menyampaikan semua aturan dan data mengenai TORA. Maka, terkait tuntutan SEPETAK yang meminta untuk menerbitkan sertipikat, silahkan bisa dijawab oleh Kantor ATR/BPN Karawang,” jelas Uu.
Uu Maksum juga mengakui, Perum Perhutani KPH Purwakarta telah mengirimkan surat kepada Kantor ATR/BPN Karawang, pada saat ditengah proses pelaksanaan pengukuran bidang tanah tersebut. Hal itu dilakukan untuk melaksanakan tupoksi Perum Perhutani KPH Purwakarta.
“Melalui surat itu, kami memberitahukan bahwa wilayah tersebut masuk kedalam kawasan hutan. Sebab kami bukan pemilik kawasan hutan. Kami hanya yang ditugaskan negara untuk mengelola dan menjaga kawasan hutan. Surat itu juga diketahui oleh Forkopimda,” ucap Uu.
Sementara itu, sebelumnya Sekretaris SEPETAK, Engkos menyampaikan bahwa pihaknya mempunyai pertanyaan besar apabila bidang tanah itu diklaim sebagai kawasan hutan. Sebab, di wilayah tersebut sudah terdapat akses jalan, pendirian bangunan, dan pasokan listrik serta biaya Pajak Bumi dan Bangunan.
Selain itu, pihak SEPETAK, melalui Engkos juga mengatakan bahwa biaya untuk pembangunan akses jalan dan bangunan itu didapatkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Karawang.
Menanggapi hal tersebut, Uu Maksum sebagai administratur Perum Perhutani KPH Purwakarta, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan rapat bersama Kepala ATR/BPN Karawang dan Forkopimda Kabupaten Karawang.
Ia menuturkan, mengenai adanya akses jalan, pendirian bangunan, dan pasokan listrik serta biaya Pajak Bumi dan Bangunan di wilayah tersebut, menjadi kewenangan Pemkab Karawang. Dan mengenai aturannya, kata Uu, sudah tertuang didalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK).
“Itu semua sudah ada aturannya dan di akomodir berdasarkan UU CK. Dan yang punya kewenangan itu Pemkab Karawang bukan Perhutani. Karena Pemkab Karawang yang sudah memfasilitasi dengan aturan yang ada di UU CK,” terang Uu.
Meskipun demikian, Uu Maksum menekankan bahwa pada kawasan hutan, tidak dapat diterbitkan sertipikat. Kecuali, kata Uu, dengan aturan yang ada sekarang terhadap fasos dan fasum yang difasilitasi dengan aturan yang ada didalam Undang-Undang Cipta Kerja.
“Untuk lebih jelasnya silahkan tanyakan kepada yang punya kewenangan, yang mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja,” pungkas Uu.
Uu Maksum menegaskan, semua kawasan hutan yang dikelola oleh pihak Perhutani, telah dikerjasamakan dengan masyarakat sekitar hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
“Kami telah bekerjasama dengan LMDH, untuk mengelola kawasan hutan yang kami kelola. Dan sekali lagi, kawasan hutan itu, tidak dapat diterbitkan sertipikat,” tutup Uu. (Siska Purnama Dewi)