AlexaNews

Ratusan Petani Geruduk Kantor ATR/BPN Karawang, Ini Tuntutannya

KARAWANG, AlexaNews.ID – Ratusan orang yang mengatasnamakan Serikat Pekerja Tani Karawang (SEPETAK) geruduk kantor ATR/BPN Karawang, Kamis 27 Juli 2023. Dalam aksinya, mereka menuntut Kepala ATR/BPN Karawang untuk segera menerbitkan sertipikat sejumlah bidang tanah yang mereka telah daftarkan.

Pantauan media ini, massa aksi SEPETAK menggunakan kaos berwarna merah bertuliskan ‘Tanah Untuk Rakyat’ dan membawa beberapa spanduk serta poster yang bertuliskan berbagai aspirasi SEPETAK. Jumlah massa yang cukup banyak, sempat menutup ruas Jalan Ahmad Yani.

Tak hanya harapan, untaian kecaman pun tertulis di spanduk dan poster itu, diantaranya, ‘Tertibkan Tanah Guntai dan Kelebihan Maksimum’, ‘Berikan untuk petani: Tanah, Infrastruktur, Modal, Teknologi , Pasar’, ‘Perhutani Perampas Tanah’, ‘Tangkap dan Adili Nurus Kakan BPN Krw’, ‘Tolak Bank Tanah’, ‘Tanah untuk Rakyat Bukan untuk Bangsat’, ‘BPN tidak Patuh Hukum’.

Dalam aksi unjuk rasa yang diikuti oleh para petani dari 14 desa di Kabupaten Karawang tersebut, SEPETAK menuntut Kepala ATR/BPN Karawang untuk segera menerbitkan sertipikat bidang tanah hak para petani yang telah terganjal dari tanggal 20 Maret 2023.

Engkos, Sekertaris SEPETAK, menuturkan, pada tanggal 20 Maret 2023 SEPETAK telah mendaftarkan seluas 1.730 bidang tanah ke Kantor ATR/BPN Karawang untuk diterbitkan sertipikatnya. Namun, kata Engkos, Kepala ATR/BPN menolaknya, lantaran bidang tanah tersebut terletak di peta kawasan hutan yang dimiliki Perhutani.

“Kami sudah menunggu 4 bulan, tapi masih belum bisa diproses. Jika sesuai SOP, harusnya selesai 98 hari. Tapi menurut Kepala ATR/BPN Karawang, bidang tanah yang kami daftarkan ada di peta kawasan hutan Perhutani. Tetapi ketika kami meminta dokumen legal dari Perhutani, mereka tidak dapat membuktikan,” ujar Engkos.

Menurut Engkos, Kepala ATR/BPN Karawang hanya mengikuti peta yang dimiliki Perhutani saja, tidak mengikuti aturan perundang-undangan. Padahal menurut UU 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa pembuktian untuk suatu kawasan menjadi kawasan hutan, harus disertai bukti dokumen pengukuhan. Tetapi, kata Engkos, pihak Perhutani tidak dapat membuktikan keberadaan dokumen itu.

Selain itu, lanjut Engkos, sesuai Peraturan UUPA Nomor 5 Tahun 1960, tanah adat dan tanah negara, bisa dikonversi menjadi hak milik. Apalagi, kata Engkos, para petani sudah ada yang memiliki girik dan surat keterangan desa.

“Padahal bidang tanah itu sudah di garap oleh para petani sejak lama dan beberapa petani juga ada yang sudah mempunyai girik dan surat keterangan desa. Artinya Perhutani merampas bidang tanah milik rakyat, bukan sebaliknya. Lalu kenapa Kepala ATR/BPN Karawang masih belum bisa menerbitkan sertipikat itu,,” tutur Engkos.

Dalam orasinya, Engkos, meneriakkan bahwa perlawanan dari SEPETAK adalah perlawanan yang terorganisir. Ia juga menyampaikan bahwa seharusnya Kepala ATR/BPN Karawang bersatu bersama masyarakat.

“Kalau sikap dari Kakan Nurus seperti itu, berarti dia melakukan pekerjaannya tanpa dasar ketentuan hukum yang berlaku. Dan dengan secara terang-terangan telah melawan konstitusi dan Undang-Undang yang berlaku di negara ini,” ujar Engkos.

Massa aksi unjuk rasa sempat mendorong pintu gerbang kantor ATR/BPN, meminta Kepala ATR/BPN, Nurus Sholichin untuk mendatangi massa aksi unjuk rasa. Namun, Nurus Sholichin memilih untuk melakukan audiensi dengan massa SEPETAK di Gedung DPRD Kabupaten Karawang. (Siska Purnama Dewi)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!