Cirebon, AlexaNews.ID – Nasib petani di wilayah perbatasan antara Desa Jagapura Lor, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, dan Desa Tegalmuya, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, kembali menjadi sorotan. Salah satu yang angkat bicara adalah Dr. Surnita Sandi Wiranata, SE, MM, akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Cirebon sekaligus pelaku usaha di sektor pertanian.
Sandi menilai para petani di perbatasan sering menjadi korban dari kebijakan yang tidak sinkron antara dua kabupaten. Selain itu, infrastruktur jalan usaha tani (JUT) yang tidak memadai membuat biaya produksi semakin tinggi. “Biaya produksi di wilayah perbatasan memang lebih tinggi dibanding daerah lain. Wilayah Gegesik, misalnya, berada di ujung irigasi. Saat musim hujan, sawah mereka kebanjiran. Saat kemarau, justru kekeringan. Infrastruktur yang labil mudah rusak saat musim hujan tiba,” ujar Sandi kepada media, Selasa (15/4/2025).
Ia menambahkan bahwa wilayah perbatasan tersebut merupakan sentral produksi padi di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu. Namun, petani seolah tidak mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah daerah masing-masing. Menurutnya, infrastruktur yang rusak secara langsung berdampak pada naiknya biaya produksi karena petani harus mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi dan jasa distribusi.
“Kondisi infrastruktur yang buruk jelas mengganggu produktivitas. Ini seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah, apalagi wilayah ini adalah penopang program swasembada pangan nasional,” tegasnya.
Sandi juga menyoroti buruknya distribusi pupuk dan kurangnya sinergi antara pemerintah daerah Cirebon dan Indramayu. Ia mendorong kedua pemda untuk duduk bersama dan menyusun program terpadu demi meningkatkan kesejahteraan petani di wilayah perbatasan. Menurutnya, kolaborasi lintas daerah sangat penting agar tidak ada saling lempar tanggung jawab.
“Seharusnya ada forum atau pertemuan antara dua wilayah, baik eksekutif maupun legislatif, untuk menyepakati langkah pembangunan bersama. Kalau bisa bekerja sama, petani tentu akan merasakan manfaat yang nyata. Jangan sampai justru petani yang jadi korban karena perbedaan kepentingan antar wilayah,” tutup Sandi. (Johan)