AlexaNews

Setelah Presiden Jokowi, Giliran Kang Dedi Soroti Anggaran Stunting, “Belum Maksimal!”

KARAWANG, alexanews.id – Setelah Presiden Joko Widodo, sorotan terhadap program penanganan stunting datang dari anggota DPR RI, Dedi Mulyadi. Ia memandang, program penanganan stunting dan kemiskinan di berbagai lapisan pemerintahan belum maksimal.

Mantan Bupati Purwakarta dua periode ini mengatakan, selain banyak yang tak tepat sasaran, program penanganan stunting dan kemiskinan kerap jadi ajang meraup keuntungan.

Sosok yang kini menjadi kader Partai Gerindra itu mencotohkan, dari Rp 10 miliar dana anggaran yang disiapkan untuk penanganan stunting, Rp 3 miliar habis untuk biaya perjalanan.

Sementara Rp 7 miliar digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan yang di dalamnya terdapat anggaran sewa hotel, biaya makan, alat tulis, serta honorarium pembicara.

“Bukan hanya stunting yang banyak pencanangan di hotel tapi koordinasi penanganan kemiskinan juga banyak di hotel bintang lima dan itu terjadi dalam tata kelola keuangan kita,” kata Dedi Mulyadi, dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat 16 Juni 2023.

Kondisi semacam itu, kata dia, bisa diantisipasi dengan cara mengevaluasi anggaran penanganan stunting dan kemiskinan secara menyeluruh, misalnya, anggaran kabupaten atau kota dievaluasi oleh pemerintah provinsi (Pemprov).

Sementara anggaran untuk Pemprov, dia melanjutkan, bisa dievaluasi oleh pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Selama ini, beber Dedi, evaluasi anggaran hanya bersifat administratif sehingga hal-hal yang bersifat substantif dari anggaran tersebut tak pernah terkoreksi.

“Anggaran kebanyakan digunakan seolah-olah untuk pembangunan padahal pembangunannya tidak ada, yang ada adalah kegiatan-kegiatan yang hanya rutinitas, pengarahan, pengarahan, pengarahan, yang diawali dengan doa, Indonesia Raya, kemudian diakhiri dengan makan bersama,” ucap sosok yang akrab disapa Kang Dedi itu.

“Jangan sampai kemiskinan tidak selesai, jalan jelek, sekolah mau runtuh, puskesmas miring, sopir ambulans tidak ada honornya, di jalan kehabisan bensin, akhirnya minta lagi ke pasien,” ucap Dedi.

Dedi pun mengajak seluruh pihak untuk mengevaluasi diri agar semua masalah yang ada bisa terselesaikan dengan baik, sehingga anggaran tepat sasaran dan tidak habis untuk hal yang bersifat administratif.

“Itulah masalah kita. Ayo ke depan kita bereskan, tidak boleh lagi uang dibuang seperti ini,” katanya.

Anggaran Sunting di DPPKB Karawang

Ditemui di ruang kerjanya, Senin 12 Juni 2023, Kepala DPPKB Karawang, Sofia, mengatakan, di tahun 2022 anggaran dari pusat sebesar Rp11 miliar. Namun dari total anggaran itu ada silva sebesar Rp5 miliar.

Ada beberapa faktor tak tersaringnya anggaran secara total. Selain terkait regulasi, juga karena baru pertama kita diberikan anggaran untuk stunting. Selain itu juga karena kita memulai pelaksanaan kegiatan di bulan April. Harusnya kan di Januari,” kata Sofia.

Kenapa baru April dilaksanakan? Sofia mengatakan karena pihaknya menunggu juknis, kemudian nunggu regulasi untuk merealisasikan anggaran.

BACA JUGA: Eksklusif! Kepala DPPKB Paparkan Upaya Sukses Tekan 6,6% Angka Stunting di Karawang

Sofia kemudian menjelaskan soal honor tim pendamping. Kata dia, di tahun 2022, honor anggota tim pendamping keluarga diberikan dalam bentuk pulsa dan uang operasional sebesar Rp10 ribu.

Pulsa, karena untuk pelaporan kita menggunakan sistem melalui aplikasi. Untuk memantau angka stunting kita memanfaatkan aplikasi Elsimil (aplikasi elektronik siap nikah siap hamil) yang dulu digunakan oleh para calon pengantin,” kata Sofia.

Aplikasi yang awalnya hanya untuk para calon pengantin itu, kata Sofia, kini bisa juga digunakan oleh para tim pendamping keluarga. Memanfaatkan aplikasi ini, tim bisa memantau dan mengetahui keluarga berisiko stunting.

“Alhamdulilah, tahun 2023 ini anggaran bertambah. Para anggota tim pendamping keluargapun anggaran operasionalnya naik, menjadi Rp100 ribuan,” katanya.

Selain itu, kata Sofia, sukses menekan angka stunting juga karena keberhasilan pelaksanaa program bapak asuh stunting di Karawang.

“Soal stunting ini tentunya penanganannya dengan Dinas Kesehatan. Dan kita (DPPKB) dalam hal ini sebatas memberikan pendampingan. Terkait stunting ini, kita menurunkan sebanyak 5637 tim pendamping keluarga se-Kabupaten Karawang,” ujarnya kepada alexanews.id.

Masing-masing tim, jelas dia, terdiri dari tiga orang. Tim ini, melakukan pendampingan mulai kepada calon pengantin, ibu hamil, ibu melahirkan, hingga kepada ibu yang mempunyai balita dan baduta. Tim ini sendiri, kata dia, terdiri dari unsur DPPKB, Dinkes/bidan, dan PKK.

“Pendampingan stunting sendiri dimulai di tahun 2022. Kami (DPPKB) diberikan anggaran dari pemerintah pusat untuk penanganan stunting, dalam hal ini bentuk pendampingan,” ucapnya.

Sofia memaparkan, di tahun 2021 angka stunting di Karawang mencapai 20,6 persen. Namun di tahun 2022 turun menjadi 14 persen. “Artinya, kita bisa menekan angka itu sebesar 6,6 persen,” paparnya.

Sorotan Presiden Jokowi

Presiden Joko Widodo soroti anggaran stunting. Kata dia, ada daerah yang menganggarkan penanganan stunting senilai Rp 10 miliar. Namun, dari jumlah tersebut, mayoritas justru digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas.

Sorotan Presiden Jokowi itu bermula dari temuannya, terkait banyaknya alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang tak tepat guna.

“Contoh, ada anggaran stunting, 10 miliar, coba cek liat betul untuk apa 10 miliar itu. Jangan membayangkan nanti ini dibelikan telur, susu, protein, sayuran,” ujar Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 di Jakarta, Rabu 14 Juni 2023.

Dikatakan Jokowi, minggu lalu dirinya baru saja mengecek APBD Mendagri (Menteri Dalam Negeri). Dia kemudian meminta untuk melihat anggaran Rp10 miliar untuk stunting. Dia kaget melihat rinciannya dimana ada perjalanan dinas Rp 3 miliar, rapat-rapat Rp 3 miliar, penguatan pengembangan dan sebagainya Rp 2 miliar.

BACA JUGA: Anggaran Stunting Disorot Presiden: Awasi, Plototi! Masa Mayoritas Dipakai Rapat dan Perjalanan Dinas

“Anggaran penanganan stunting seharusnya lebih banyak dialokasikan untuk pembelian telur, susu, ikan, daging, sayuran, dan lainnya. Sebab, bahan-bahan tersebut langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, bukannya rapat atau perjalanan dinas,” tegas Jokowi.

“Kapan stuntingnya akan selesai kalau caranya seperti ini? Ini yang harus diubah semuanya. Kalau 10 miliar itu anggarannya, mestinya yang untuk lain-lainnya itu 2 miliar, yang 8 miliar itu ya untuk langsung telur, ikan, daging, sayur, berikan ke yang stunting,” lanjut Jokowi.

Presiden dua periode ini kemudian mencontohkan dengan hal lain. Kata Jokowi, ada wilayah yang menganggarkan Rp 2,5 miliar untuk pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, dari jumlah itu, sebanyak Rp 1,9 miliar dipakai untuk honor pegawai dan perjalanan dinas. Hanya sekitar Rp 600 juta yang digunakan untuk pengembangan UMKM secara konkret.

“Itu nanti sisanya yg 0,6 miliar, yang 600 juta itu nanti juga masih muter-muter saja. Pemberdayaan, pengembangan, istilah-istilah yang absurd, enggak konkret,” ucap Jokowi.

“Langsung ajalah. Itu untuk modal kerja, untuk beli mesin produksi, untuk marketing, ya kalau pengembangan UMKM kan mestinya itu, untuk pameran, jelas,” tambah Jokowi.

Selain itu, Jokowi mengungkap, ada pula suatu daerah yang mengalokasikan Rp 1 miliar untuk membangun dan merehabilitasi balai. Mestinya, kata dia, sebagian besar dana tersebut digunakan untuk rehabilitasi. Namun, faktanya, sebanyak Ro 734 juta atau 80 persen justru dipakai untuk honor pegawai, rapat, dan perjalanan dinas. “Ini sudah enggak bisa lagi, Bapak Ibu sekalian,” kata kepala negara.

Untuk mengatasi persoalan ini, Jokowi menyebut, dibutuhkan peran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPKP diminta serius mengawasi penganggaran dan penggunaan APBN serta APBD di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah.

Presiden Jokowi berpesan, pengawasan difokuskan pada orientasi hasil. Dia ingin, alokasi APBN dan APBD lebih tepat guna ke masyarakat, bukan malah fokus ke rapat atau perjalanan dinas.

“Jika tidak diawasi, hati hati, jika tidak cek langsung, jika tidak dilihat dipelototi satu-satu, hati-hati kita lemah di situ. Dipelototi kita turun ke bawah, itu saja masih ada yang bablas, apalagi tidak?” tutup Jokowi. (Siska Purnama Dewi)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!