Jakarta, AlexaNews.ID – Kematian tragis jurnalis muda Situr Wijaya di sebuah hotel kawasan Jakarta pada Jumat, 4 April 2025, mengejutkan banyak pihak. Situr, jurnalis berusia 33 tahun yang dikenal vokal dalam mengangkat isu-isu sosial di Sulawesi Tengah, ditemukan tak bernyawa dengan kondisi tubuh yang penuh luka dan memar. Ia bekerja di Promedia Grup, media online insulteng.id yang berbasis di Palu.
Pihak keluarga melalui kuasa hukumnya, Rogate Oktoberius Halawa, menilai ada kejanggalan dalam kematian Situr. Mereka melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya dengan dugaan pembunuhan, tercatat dalam laporan polisi nomor LP/B/2261/IV/2025/SPKT/Polda Metro Jaya.
“Dari foto-foto yang kami terima, tampak jelas darah keluar dari hidung dan mulut korban, wajahnya lebam, tubuhnya penuh memar, bahkan terdapat luka sayatan di bagian belakang leher,” ungkap Rogate kepada awak media.
Situr diketahui menginap di hotel tersebut dalam rangka tugas peliputan. Kepergiannya yang mendadak menyisakan duka mendalam di kalangan rekan seprofesi. Sosoknya dikenal berdedikasi tinggi, kritis, dan tak segan menyuarakan berbagai ketimpangan sosial.
Autopsi terhadap jenazah telah dilakukan di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, namun hingga kini hasil resminya masih belum dipublikasikan. Pihak keluarga berharap hasil autopsi dapat mengungkap penyebab pasti kematian Situr dan membuka jalan bagi penegakan hukum yang adil.
Jenazah Situr diberangkatkan ke kampung halamannya di Kota Palu pada Sabtu, 5 April 2025. Kepulangan almarhum disambut isak tangis keluarga dan kerabat. Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, turut menyampaikan belasungkawa dan memberikan bantuan dana sebesar Rp25 juta untuk proses pemulangan jenazah.
“Iya benar, uang bantuan itu dikirim langsung ke rekening saya,” ujar Selfi, istri almarhum.
Kematian Situr Wijaya kini menjadi sorotan publik dan komunitas jurnalis di Indonesia. Banyak yang mendesak agar kasus ini diusut tuntas secara transparan. Meninggalnya seorang jurnalis dalam situasi mencurigakan tak boleh dibiarkan menjadi misteri. Dunia pers Indonesia menuntut keadilan atas nyawa yang hilang dalam bayang-bayang kekerasan. (King)