KARAWANG, AlexaNews.ID – Kisah pilu dialami seorang ibu warga Cikampek, Kabupaten Karawang, bernama Sumini, Selain gaji yang ia terima pada saat bekerja di sebuah koperasi harus dipenggal alias dipotong, pesangon dari hasil keringat bekerja puluhan tahun pun, tidak didapatkannya.
Padahal, Sumini sudah bekerja di koperasi salah satu pabrik pupuk yang berlokasi di Kabupaten Karawang itu selama puluhan tahun. Perjalanan karirnya di koperasi tersebut, dimulai dari tahun 1996. Ia mengawali karir sebagai karyawan biasa hingga sukses menduduki jabatan sebagai Kepala Bidang (Kabid) Keuangan pada tahun 2016.
“Saya bekerja di koperasi pabrik pupuk itu dari tahun 1996. Saya merintis karir dari karyawan biasa sampai bisa menjabat sebagai Kabid Keuangan di tahun 2016. Berbeda dengan pengurus koperasi yang sering berganti-ganti,” kata Sumini, saat Konferensi Pers, di Kantor Hukum Iwan Supriadi & Partners, Jumat (8/9/2023).
Pada tahun 2016, ketika ia sudah menjabat sebagai Kabid Keuangan, terjadi pergantian pengurus koperasi. Menurut Sumini, pada saat itu pengurus koperasi yang baru mencurigai terdapat kejanggalan dalam laporan keuangan pada buku tahun 2015, yaitu ketika koperasi dikelola oleh pengurus lama.
“Waktu tahun 2016, kepengurusan koperasi diganti. Saat itu, pengurus koperasi curiga terhadap laporan keuangan di buku tahun 2015, yaitu pada saat pengurus lama. Mereka menugaskan tim audit dari luar dan ditemukan ada uang keluar di bagian keuangan. Saya yang pada saat itu sebagai Kabid Keuangan diminta harus bertanggung jawab,” beber Sumini.

Sumini merasa dipaksa harus mengakui telah menyelewengkan uang koperasi. Bahkan, ia juga dipaksa harus menyebutkan angka kerugian yang mencapai Rp600 juta. Bukan hanya itu, Sumini mengatakan, ia diberi beberapa surat pernyataan yang berisi sebuah perjanjian penyerahan jaminan yang ia bisa serahkan kepada pihak koperasi.
Apabila uang Rp600 juta tersebut belum dikembalikan, kepada pihak koperasi, imbuh Sumini, maka jaminan itu harus tetap disimpan di koperasi. Sumini mengungkapkan, dengan dibuatnya surat pernyataan tersebut, pihak koperasi beralasan akan memberikan hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawas Intern (SPI) yang anggotanya dari pihak intern koperasi tersebut.
“Saya dipaksa harus mengakui dan menyebutkan angka kerugian sebesar Rp600 juta itu diselewengkan oleh saya. Lalu saya dikasih beberapa surat pernyataan yang didalamnya ada perjanjian bahwa saya harus menyerahkan jaminan selama uang Rp600 juta itu belum dikembalikan. Adanya surat itu, mereka juga beralasan agar proses audit oleh SPI berjalan lancar dan saya dijanjikan hasil audit dari SPI,” pungkas Sumini.
Dengan berat hari, Sumini harus menyerahkan dua sertifikat rumah miliknya. Hal itu dilakukan Sumini agar segera mendapatkan hasil audit yang dilakukan SPI, sesuai yang dijanjikan oleh pihak koperasi.
“Saat itu, mereka menanyakan, apa yang bisa saya serahkan sebagai jaminan. Saya tidak punya apa-apa. Hanya ada dua sertifikat rumah, tapi akhirnya saya serahkan. Karena saya merasa tidak bersalah. Saya juga kan mengikuti pihak koperasi, supaya proses pemeriksaan audit SPI bisa lancar dan secepatnya bisa mendapatkan hasil audit SPI. Anggota SPI ini dari pihak dalam koperasi itu juga,” ucap Sumini.
Sumini, seorang karyawan biasa yang menjabat sebagai Kabid Keuangan di koperasi tersebut, merasa terintimidasi. Karena, kata Sumini, setiap laporan uang keluar harus berdasarkan dan atas kewenangan pengurus koperasi. Sama seperti pada saat itu, lanjut Sumini, setiap uang keluar harus atas kewenangan pengurus koperasi lama.
“Saya kan hanya karyawan biasa yang menjabat sebagai Kabid Keuangan. Seharusnya pengurus yang baru tidak menyalahkan saya. Karena setiap laporan uang keluar harus atas kewenangan pengurus koperasi yang lama,” tutur Sumini.
Setelah penyerahan sertifikat pada tahun 2016, hasil audit yang dijanjikan oleh pengurus koperasi tidak kunjung diberikan kepada Sumini, dua sertifikat rumah miliknya juga masih ditahan oleh koperasi.
Sumini tetap sabar menunggu hasil audit SPI tersebut hingga ia sudah tidak menjabat lagi sebagai Kabid Keuangan, namun hasil audit SPI masih belum ia terima. Pada tahun 2017, menemui babak baru, ia dipaksa lagi harus menandatangani surat pernyataan untuk pemotongan gajih oleh pengurus koperasi.
“Pada tahun 2017, saya dipanggil sama suami, saya diberikan surat pernyataan dan disuruh tandatangan yang isinya untuk pemotongan gaji saya, padahal saya sudah menjelaskan, saya tidak tahu soal kehilangan uang Rp600 juta itu,” ucap Sumini.
Akhirnya Sumini memutuskan pada bulan Februari 2018, untuk mendatangi pengurus koperasi, tetapi ia kembali dipaksa agar membuat pernyataan pemotongan gaji dan harus menulis sesuai dengan perkataan yang disampaikan pengurus koperasi itu.
“Bulan Februari, saya datang ke pengurus koperasi, saya dipaksa lagi bikin surat pernyataan. Kata-katanya didiktein langsung sama dia dan gajih saya mulai dipotong pada bulan Juli 2018, sebesar Rp3 juta. Padahal gajih saya hanya Rp4,7 juta, belum harus bayar iuran Jamsostek. Jadi saya hanya terima gajih Rp1,5 juta per bulan. Itu berlangsung sampai saya pensiun, bulan Desember 2022,” tandas Sumini.
Nahas, bukan hanya pemotongan gaji dari bulan Juli 2018 sampai Desember 2022, pesangon dari hasil jerih payah puluhan tahun bekerja pun tidak diterima oleh Sumini.
“Saya pensiun itu kan bulan Desember 2022, pesangon yang harus terima itu Rp145 juta. Tapi sama koperasi tidak diberikan,” kata Sumini.
Setelah pensiun, Sumini tidak lelah untuk terus menanyakan hasil audit SPI yang dijanjikan oleh pihak koperasi. Ia juga ingin agar dua sertifikat rumah miliknya segera dikembalikan, berikut gaji yang telah dipotong dan uang pesangon yang tidak diberikan.
Sumini yang selalu tidak mendapatkan tanggapan dari pihak koperasi, tidak terima diperlakukan seperti itu, ia melaporkan kejadian itu ke pihak kepolisian pada Senin, 4 September 2023 lalu.
“Saya berusaha menanyakan hasil audit SPI itu, termasuk hak dan sertifikat rumah milik saya yang ditahan, tapi ternyata sampai sekarang tidak ada respon dari koperasi. Saya memutuskan untuk melaporkan kejadian ini ke polisi, hari senin kemarin,” tegas Sumini.
Sementara, Regijulian dari Kantor Hukum Iwan Supriadi & Partner, sebagai Kuasa Hukum Sumini, menyampaikan, pihaknya merasa janggal, sebab pihak SPI tidak pernah bisa menunjukan hasil audit. Padahal, pihaknya telah memberikan surat kepada pihak SPI untuk meminta klarifikasi.
“Tapi, surat balasan yang kami terima, seolah-olah mengacu kepada surat pernyataan yang dibuat oleh Bu Sumini. Padahal surat pernyataan itu timbul karena klien kami diiming-imingi dan diintimidasi agar mau menandatangani surat itu, supaya urusan itu cepat selesai. Tanpa berpikir kalau surat itu bakal dijadikan sebagai acuan,” ucap Regijulian.
Lebih dalam Regijulian menerangkan, berdasarkan laporan kliennya, saat itu memang terjadi kesalahan administrasi yang dilakukan oleh pengurus koperasi. Ketika kliennya yang menjabat sebagai Kabid Keuangan telah menempuh proses pencairan simpanan Periska sampai voucher keluar, pihak Periska membatalkan untuk mencairkan simpanan tersebut.
“Sedangkan dana tersebut secara administrasi harus segera dikeluarkan oleh koperasi. Akhirnya dana tersebut diserahkan ke ketua harian. Namun setelah beberapa bulan kemudian, Periska meminta uangnya kembali, dan uang itu juga sudah diberikan ke Periska. Dengan kata lain, kerugian-kerugian yang ditimpakan kepada klien kami. Sebenarnya tidak ada kerugian,” ujar Regijulian.
Ia menegaskan, kliennya tidak pernah menggunakan uang milik koperasi dan kliennya sangat membutuhkan hasil audit dari SPI untuk memvalidasi data. Ia juga mengatakan, pihaknya telah melakukan pengaduan ke pihak kepolisian, dengan dugaan tindak pidana penggelapan dan pemerasan.
“Semua uang simpanan Periska, hutang dan lain-lain, sudah terselesaikan. Jadi tidak ada kewajiban lagi. Makanya klien kami membutuhkan hasil audit untuk memvaliditi. Kami menduga adanya tindak pidana penggelapan dan pemerasan kepada klien kami. Kami sudah melakukan Laporan Informasi (LI) dan sekarang masih dalam proses penyelidikan polisi,” jelas Regijulian.
Sedangkan, Kuasa Hukum Sumini lainnya, Wawan Kurniawan, mengatakan, “Klien kami datang tanggal 10 Agustus 2023, dan kami telah ditunjuk sebagai kuasa hukum Bu Sumini. LI kami telah diterima oleh Polres Karawang, yang ditunjuk adalah Unit 3 Tipidter dalam prosesnya ini. Kami menunggu hasil dari kepolisian, bagaimana langkah selanjutnya,” ujar Wawan. (Siska Purnama Dewi).