KARAWANG, AlexaNews.ID – Pemerintah Desa (Pemdes) se-Kabupaten Karawang meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat untuk meninjau ulang aturan baru pembayaran wajib pajak yang akan diberlakukan Bank bjb.
Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Karawang merasa keberatan dengan kebijakan tersebut. APDESI mengambil langkah untuk melakukan rapat pertemuan bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Bank bjb pada Senin, 17/7/2023.
Alek Sukardi selaku Sekretaris (APDESI) Kabupaten Karawang sangat menyesalkan ketidakhadiran Kepala Bapenda Kabupaten Karawang, Asep Aang Rahmatullah dalam rapat pertemuan tersebut.
“Padahal rapat itu sangat penting. Pembuat kebijakan harus harus hadir, sedangkan Pak Asep Aang tidak hadir. Kita kan bisa berdiskusi membahas permasalahan ini,” ujar Alek, kepala AlexaNews.ID, Selasa, 18/7/2023.
Menurutnya terdapat dua pemahaman yang timbul, yaitu, aturan baru tersebut adalah keputusan dari Bapenda langsung kepada eksekutor dalam hal ini perbankan. Atau, sambung dia, keputusan ini adalah murni keputusan bank melalui managemennya.
“Ada dua pemahaman yang membuat resah di masyarakat. Kami berharap setidaknya pemerintah daerah dapat menerima masukan dari kami, selalu stake holder terkait dan sebagai motor penggerak mencari setoran PBB,” jelas Alek.
Alex mengatakan, yang memberatkan masyarakat, lantaran dalam aturan baru tersebut, pembayar pajak harus membayar wajib pajak sebesar Rp 2500 diluar nilai pajak yang tercatat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi Bangunan (SPPT PBB) kepada Bank bjb.
“Tambahan biaya wajib pajak Rp 2500 yang diluar nilai SPPT PBB itu, untuk menerbitkan Surat Tanda Terima Pembayaran (STTP). Ini sangat memberatkan masyarakat sebagai pembayar pajak. Karena pemberlakuan aturan baru itu dikenakan dari target bayar pajak Rp 10000,” beber Alek.
Ia juga mengungkapkan, pihak bank BJB tidak melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada Pemdes. Padahal aturan baru ini akan berlaku pada tanggal 12 Juli 2023.
“Pihak Bank bjb pun baru kemarin bertemu dengan kami. Dan langsung membahas teknis. Padahal kan harusnya dilakukan sosialisasi dulu dari jauh-jauh hari,” ucap Alek.
Ia juga merasa heran, kenapa aturan baru ini berlaku pada saat masyarakat sudah mulai membayar SPPT PBB. Sehingga, kata dia, terjadi kecemburuan sosial di kalangan masyarakat.
“Masyarakat kan sudah ada yang membayar SPPT PBB, ada juga yang belum. Nah, sekarang masyarakat yang baru mau bayar jadi protes. Bahkan ada yang menganggap PemDes melakukan pungli,” ucap Alek.
Ia menuturkan, kalau aturan baru itu memang sudah keputusan manajemen Bank bjb, maka selanjutnya hanya berharap tindak lanjut dari pemerintah daerah untuk menentukan kebijakannya.
“Pemerintah daerah harus bisa membatasi benefit oriented yang difokuskan perbankan. Pemerintah daerah harus merasakan dampak dari aturan baru ini terhadap masyarakat,” kata Alek.
Alek yang juga sebagai Kepala Desa Karyamulya mengatakan, APDESI menuntut pemerintah daerah untuk memberlakukan aturan baru itu kepada target bayar >Rp 100 ribu.
“Pemerintah daerah punya kewenangan untuk merubah aturan baru wajib pajak itu. Target minimal jangan terlalu kecil. Kasihan masyarakat yang punya tanah hanya 20 meter,” ungkap Alek.
Selain itu, kata Alek, apabila nanti aturan itu diberlakukan, maka seharusnya tambahan biaya Rp 2500 itu harus dicantumkan dan digabungkan dalam total nilai SPPT PBB.
“Supaya tidak ada rasa kecurigaan dari masyarakat. Tambahan biaya itu harus sudah include di dalam cetakan SPPT PBB,” pungkas Alek.
Alek menyampaikan, pihak APDESI ingin agar pemerintah daerah dapat duduk bersama dan menyelesaikan polemik ini dengan segera. Sebab, pembayaran wajib pajak menjadi tersendat akibat dari masyarakat yang masih merasa keberatan dengan aturan baru ini.
“Saya pikir, setelah menerima laporan dari Kepala Bapenda dan Kepala Cabang Bank bjb, Bupati Karawang akan mengadakan rapat pertemuan kembali untuk membahas hal ini. Kami sangat menunggu rapat pertemuan selanjutnya,” tutup Alek. (Siska Purnama Dewi).