Cimahi, AlexaNews.ID – Suasana haru bercampur amarah terjadi di salah satu kawasan pemukiman di Kota Cimahi, Jawa Barat, ketika seorang ibu rumah tangga berinisial SHS menangis histeris saat rumah yang ditinggalinya didatangi oleh mantan suaminya, ILP, yang datang bersama sejumlah oknum dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan diduga juga disertai oleh anggota kepolisian.
Peristiwa yang menyita perhatian publik ini terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial setelah diunggah melalui akun Instagram @ibharya_mandalika milik Hendra Supriatna SH. MH., yang diketahui menjabat sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Arya Mandalika. Dalam keterangan yang diberikan kepada redaksi, Hendra menegaskan bahwa dirinya hadir di lokasi kejadian sebagai kuasa hukum dari SHS.
Menurut penjelasan Hendra, kedatangan ILP ke rumah SHS bukan tanpa alasan. ILP disebut berupaya mengambil alih secara paksa rumah yang selama ini ditempati SHS. Padahal, rumah tersebut merupakan aset bersama atau harta gono-gini yang belum ditetapkan oleh pengadilan usai keduanya bercerai pada tahun 2024.
“Rumah ini masih dalam status status quo, belum ada putusan pengadilan terkait kepemilikan sah setelah perceraian,” kata Hendra, Sabtu (14/6/2025). Ia menambahkan bahwa kehadiran ILP bersama oknum anggota LSM dan polisi untuk mengusir SHS dari rumah itu sangat disayangkan dan dinilai sebagai bentuk persekusi terhadap kliennya.
Ironisnya, lanjut Hendra, rumah yang menjadi objek sengketa tersebut diketahui telah digadaikan oleh ILP ke sebuah bank, yaitu PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Mandiri, menggunakan dokumen yang diduga dipalsukan, termasuk tanda tangan SHS. Tidak hanya itu, rumah tersebut kemudian juga dijual kepada seseorang berinisial IA dengan harga murah.
Atas kejadian tersebut, LBH Arya Mandalika telah mengirim surat resmi ke Polsek Cimahi. Dalam surat tersebut, mereka meminta perlindungan hukum bagi SHS yang kini merasa terancam dan tidak aman di kediamannya sendiri.
“Kami mempertanyakan status dan kewenangan anggota polisi yang mendampingi ILP. Apakah mereka bertindak atas nama hukum atau hanya mendampingi secara personal? Ini harus diklarifikasi,” tegas Hendra. Ia juga mengungkapkan bahwa SHS pernah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama pernikahannya dengan ILP.
Menurut Hendra, permasalahan ini tidak hanya soal kepemilikan rumah, tetapi juga menyangkut martabat, hak perempuan atas tempat tinggal yang layak, serta potensi pelanggaran hukum oleh pihak-pihak tertentu. Ia berharap, pihak kepolisian dapat bersikap netral dan melindungi masyarakat kecil yang tengah menghadapi tekanan.
“Kami mendesak agar proses hukum ditegakkan dan tidak ada intervensi dari pihak mana pun. Klien kami berhak mendapatkan perlindungan hukum dari negara,” tandasnya. [King]