Bandung, AlexaNews.ID — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi (PT). Dari jumlah tersebut, lima perguruan tinggi berlokasi di Jawa Barat.
Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IV Jawa Barat dan Banten, Samsuri, mengonfirmasi pencabutan izin operasional lima perguruan tinggi tersebut. Menurutnya, tindakan ini dilakukan sesuai dengan Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020, yang memberikan hak kepada masyarakat untuk melaporkan adanya pelanggaran akademik di perguruan tinggi.
“Dalam hal ini, perguruan tinggi dapat diberikan sanksi administrasi, sedang, atau berat,” kata Samsuri dalam konferensi pers virtual pada Selasa (30/5/2023).
Samsuri mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan sekitar 37 perguruan tinggi di Jawa Barat yang membutuhkan pembinaan dari total 443 perguruan tinggi di wilayah tersebut. Akhirnya, lima perguruan tinggi tersebut dicabut izin operasionalnya.
“Ada sekitar 37 perguruan tinggi yang mendapatkan pembinaan intensif, dan akhirnya pada akhir 2022 hingga awal 2023, lima perguruan tinggi di wilayah keempat (Jawa Barat dan Banten) ini dicabut izin operasionalnya oleh kementerian,” jelasnya.
Meskipun tidak secara jelas menyebutkan nama perguruan tinggi yang mendapat pencabutan izin operasional, Samsuri menyatakan bahwa lima perguruan tinggi tersebut terletak di Bandung, Tasikmalaya, Bekasi, dan Bogor.
Sebelumnya, Direktur Kelembagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Lukman, mengungkapkan bahwa tindakan pencabutan izin ini merupakan respons terhadap 52 aduan masyarakat.
Lukman menjelaskan bahwa perguruan tinggi yang mengalami pencabutan izin operasional antara lain melakukan pembelajaran fiktif dan terlibat dalam praktik jual-beli ijazah.
“Terdapat 23 perguruan tinggi yang dicabut izin operasionalnya karena tidak memenuhi standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, terlibat dalam praktik jual-beli ijazah, melakukan penyimpangan dalam pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), serta adanya perselisihan antara badan penyelenggara yang mengganggu proses pembelajaran,” jelasnya.