Magelang, AlexaNews.ID – Lukman Fauzi Mudasir, seorang tokoh budaya dari Desa Borobudur, menekankan pentingnya pengelolaan Candi Borobudur yang berbasis pada kearifan lokal dan melibatkan masyarakat setempat.
Menurutnya, pendekatan pembangunan yang hanya berfokus pada proyek atau anggaran dari pemerintah pusat tanpa melibatkan komunitas lokal tidak akan memberikan hasil yang berkelanjutan.
Lukman menyampaikan kritiknya terhadap sejumlah proyek yang saat ini berlangsung di kawasan Borobudur. “Saat Catra (payung penghormatan) tidak dipasang lagi, artinya kebutuhan kita untuk tahap ini sudah selesai. Namun, jika pengelolaan Borobudur tidak berbasis pada budaya masa lalu dan masyarakat setempat tidak diajak berdiskusi, ini menjadi catatan penting bagi pemerintah pusat,” ujar Lukman, Kamis (12/09/24).
Ia menambahkan bahwa pembangunan Borobudur harus lebih dari sekadar memenuhi target proyek dari pusat. “Proyek yang berjalan saat ini, seperti di Kampung Seni Kujon, Lapangan Pujon, dan Masjid Agung, kebanyakan tidak melibatkan masyarakat setempat. Ini hanya berlandaskan persepsi dari proyek yang dikerjakan oleh kementerian terkait, seperti PUPR,” tambah Lukman.
Lebih lanjut, Lukman menegaskan bahwa setiap langkah pembangunan di sekitar Borobudur harus melalui konsultasi dengan tokoh masyarakat dan warga setempat. “Pemerintah pusat perlu diingatkan bahwa segala keputusan terkait pengelolaan cagar budaya di Borobudur harus melibatkan masyarakat sekitar dan para pengampu warisan budaya. Tidak bisa sembarangan membuat kebijakan tanpa mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan lokal,” tegasnya.
Menurutnya, salah satu poin penting yang harus diperhatikan adalah bahwa pengelolaan benda cagar budaya di Borobudur tidak seharusnya diserahkan kepada BUMN.
“Pengelolaan cagar budaya harus berada di tangan masyarakat lokal dan pemerintah yang memiliki wewenang serta pengetahuan dalam melestarikan warisan budaya tersebut,” jelas Lukman.
Ia berharap, pemerintah pusat lebih terbuka dalam mendengarkan dan melibatkan masyarakat dalam setiap proses pembangunan, terutama di wilayah yang memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi seperti Borobudur.
“Jika hanya fokus pada proyek semata tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang, maka keberlanjutan dan keaslian budaya lokal akan terancam. Pengabaian keterlibatan masyarakat, seakan menandakan adanya gejala negara tanpa telinga,” tandasnya.
Dengan adanya pernyataan ini, Lukman berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam merencanakan pembangunan di kawasan cagar budaya Borobudur, serta selalu melibatkan masyarakat sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan. (Ega Nugraha)