AlexaNews

KAI Pertanyakan Sikap JPU yang Tunda Bacakan Tuntutan untuk Terdakwa Kusumayati, Ada Apa?

KARAWANG, AlexaNews.ID – Sikap Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan pemalsuan tanda tangan surat keterangan waris (SKW) yang melibatkan terdakwa Kusumayati, mendapat sorotan tajam dari Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Ketua Dewan Penasihat KAI, Erman Umar, mendesak agar JPU tidak lagi menjadi penghambat dalam proses persidangan yang telah memasuki tahap penuntutan, namun terus mengalami penundaan.

“Kami mengingatkan jaksa agar tidak terus menunda sidang, karena hal ini membuat tidak ada kepastian hukum,” ujar Erman Umar dalam keterangannya kepada wartawan.

Erman juga menyoroti langkah JPU yang terus memaksa korban untuk menempuh restorative justice, meski tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Menurutnya, restorative justice tidak bisa menghilangkan pidana yang sudah dilakukan oleh terdakwa.

“Restorative justice tidak menghapus pidana, hanya bisa meringankan. Jika tidak ada kesepakatan, proses hukum harus berjalan dan diputuskan oleh pengadilan,” tegasnya.

Mantan Presiden KAI tersebut yakin bahwa hakim akan bertindak tegas dalam menyelesaikan kasus ini, dan ia berharap agar JPU menghentikan upaya perdamaian jika kedua belah pihak memilih jalur hukum.

“Jangan dipaksa. Kepastian hukum dan rasa keadilan harus diutamakan,” tambah Erman.

Sementara itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyebut bahwa rencana penuntutan untuk terdakwa Kusumayati sudah diterima oleh kejaksaan, namun persidangan beberapa kali tertunda.

Kusumayati sebelumnya dilaporkan atas dugaan pemalsuan tanda tangan anaknya, Stephanie, berdasarkan Pasal 263 KUHP yang masuk dalam kategori tindak pidana berat.

“Rentut (rencana tuntutan) sudah di kejaksaan, tetapi penyelesaian kasusnya harus benar-benar mempertimbangkan aspek terbaik,” ujar Harli Siregar.

Aktivis hukum Karawang, Abad Badjuri, juga turut menyuarakan keprihatinannya atas perbedaan perlakuan hukum terhadap terdakwa Kusumayati dibandingkan terdakwa lainnya.

Abad menyebut beberapa contoh kasus di mana terdakwa lain, seperti ibu-ibu yang dipenjara karena demo atau Nenek Minah yang dituduh mencuri kakao, tetap dihukum meskipun kasus mereka terbilang ringan.

“Kenapa kasus Kusumayati berbeda? Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang marwah penegakan hukum,” tutup Abad Badjuri. (King)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!