Ciamis, AlexaNews.ID – Dalam rangka mempertahankan tradisi dan budaya dari leluhur serta bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharam 1446 Hijriah, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Galuh (BEM FH Unigal) Ciamis menggelar kegiatan Seminar Ilmu dan Budaya.
Acara ini mengusung tema “Ngindung ka Waktu Mibapa ka Zaman” dan diadakan di Auditorium Universitas Galuh, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Seminar ini dihadiri oleh ratusan peserta dan menghadirkan beberapa narasumber kompeten di bidangnya masing-masing. Kapolres Ciamis, AKBP Akmal, dan staf Kejaksaan Negeri Ciamis menyampaikan materi tentang ilmu hukum.
Sementara itu, pemanfaatan media sosial disampaikan oleh influencer Bunda Ule. Dr. Yat Rospia Brata, Ketua Dewan Kebudayaan sekaligus Direktur Program Sarjana Unigal Ciamis, menjelaskan sejarah budaya Galuh yang relevan untuk diterapkan di masa kini.
Acara yang dimulai pukul 08.00 WIB ini berlangsung hingga pukul 16.00 WIB, dilanjutkan dengan pementasan teater sebagai bentuk apresiasi terhadap karya seni. Pementasan teater ini berjudul “Galuh Belantara Kota” dan disutradarai oleh Jaro dari Teater Tangtu Tilu.
“Galuh Belantara Kota” mengisahkan dua pemuda, Galuh dan Karma, yang berkelana ke kota besar untuk mencari pekerjaan. Galuh, yang jujur dan memegang teguh norma leluhur Sunda, berlawanan dengan Karma yang menghalalkan segala cara demi mencapai cita-cita. Melalui teater ini, Jaro menyampaikan pesan agar tidak melupakan jati diri dan norma-norma leluhur.
“Makna dari teater ini adalah kita jangan melupakan jati diri di manapun berada. Kita harus ingat kepada ajaran norma dari leluhur, yaitu Pakena Gawe Rahayu, Pakeun Heubeul Jaya di Buana,” ucap Jaro.
Pakena Gawe Rahayu Pakeun Heubeul Jaya Dina Buana mengajarkan untuk selalu bekerja keras dan berbuat kebajikan untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Ketua BEM Fakultas Hukum Unigal, Aldi Maulana, menjelaskan bahwa tema “Ngindung ka Waktu, Mibapa ka Zaman” berarti menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa tercerabut dari akar budaya sendiri. Aldi menekankan pentingnya kemampuan beradaptasi dalam era yang berubah dengan signifikan, terutama dengan kemajuan teknologi.
“Sejak dulu orang Sunda memiliki tingkat adaptasi tinggi terhadap berbagai perubahan,” ujarnya. Namun, Aldi menegaskan bahwa meskipun beradaptasi, tetap menjaga nilai-nilai budaya dan identitas adalah hal yang sangat penting.
“Hanya dengan kemampuan beradaptasi kita akan mampu ‘ngigelan’ (bahasa Sunda) zaman, dan menjadi subjek pada arus perkembangan zaman,” tambahnya.
Pesan dari acara ini juga menekankan pentingnya menerapkan keselamatan sebagai landasan kemenangan hidup di dunia, sesuai dengan ajaran Prabu Wastukencana yang pernah memerintah di Kawali dan memperindah Kedaton Surawisesa serta memakmurkan seluruh pemukiman.
“Hayua diponah-ponah, hayua dicawuh-cawuh, ia neker inya angger, inya ni(n)cak inya re(m)pag.”
Jangan dimusnahkan! Jangan semena-mena! Ia dihormati, ia tetap. Ia menginjak, ia roboh.
Seminar ini menjadi wadah penting untuk mengingatkan kembali nilai-nilai budaya dan ajaran leluhur di tengah perkembangan zaman yang terus berubah. (Kayan Manggala)